Tim dokter menjelaskan teknis operasi yang akan dijalankan (Foto: Titania Dewanti/detikHealth)
Tim dokter menjelaskan teknis operasi yang akan dijalankan (Foto: Titania Dewanti/detikHealth)

Surabaya - Tim dokter ahli bedah saraf dari Kortex Comprehensive Brain and Spine (KBSC) melakukan live surgery bedah saraf terhadap pasien bernama Herlina (39), penderita Hemifacial Spasm (wajah merot) dari Manokwari, Papua, di National Hospital, Surabaya, pada Kamis (19/9).

Suami dari pasien, Mohammad mengatakan bahwa istrinya itu sudah mengidap penyakit tersebut selama 5 tahun lamanya.

"Istri saya bilang kalau dia tidak masalah akan lelah dan mabuk laut yang penting dirinya bisa sembuh. Ia bilang kalau kondisinya itu sangat mengganggu aktivitasnya," ujar Mohammad.

Mohammad juga mengatakan bahwa gejala yang dialami oleh istrinya itu datang secara tiba-tiba 5 tahun lalu, tepat setelah dirinya melahirkan anak kedua mereka.

"Ia bilang kalau tiba-tiba wajah kirinya, mulai bibir, pipi, sampai otot sekitar mata bergerak-gerak seperti ketarik ke arah belakang dan tidak terkendali. Ia pikir dirinya terkena gejala stroke jadi memang sempat panik," tambah Mohammad.

Mohammad menambahkan bahwa istrinya bisa sampai malu karena kondisinya.

"Istri saya bilang kalau dirinya malu. Kalau berbicara dengan orang lain pasti selalu menunduk. Tidak berani menatap lawan bicara karena kondisi wajahnya merot," ujar Mohammad.

Mohammad mengatakan bahwa pada awalnya istrinya paham akan penyakitnya dan langsung ke dokter mata di Manokwari. Tetapi ternyata tidak ada masalah sehingga langsung menjalani diagnosa lebih lanjut untuk periksa ke dokter saraf di Makassar.

"Setelah itu ternyata mata istrinya saya sehat setelah di diagnosa lagi ternyata istri saya menderita penyakit HFS itu. Setelah itu dokter saraf di Makassar itu menyarankan untuk bisa berobat ke Surabaya," ujar Mohammad.

Mohammad juga mengungkapkan bahwa istrinya itu tentu memikirkan tentang biaya yang dibutuhkan. Mengetahui itu Herlina lalu berinisiatuf untuk mengumpulkan uang.

"Istri saya bilang, demi kesembuhan dirinya tidak putus asa. Setiap hari istri saya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit agar cukup dipakai biaya operasi dari kerjaan saya bantu jaga warung," kata Mohammad yang sehari-hari bekerja sebagai seorang sopir.

Maka dari itu, Mohammad mengungkapkan bahwa dirinya dan istri memutuskan untuk pergi ke Surabaya lewat perjalanan laut yang ditempuh selama 120 jam dari Papua.

Salah satu Spesialis Bedah Saraf, dr. Gigih Pramono menyatakan bahwa wajah merot tersebut terjadi pada jaringan yang normal dan operasi penyembuhan cenderung tidak sulit.

"Wajah merot pada penderita merupakan Hemifacial Spasm (HFS) dikarenakan terjadi perlengketan antara saraf nomor tujuh yang berfungsi mengatur gerakan wajah dengan pembuluh darah pada otak. Akibatnya gerakan pada wajah menjadi tidak terkendali, wajah pasien menjadi merot," ujar dr. Gigih di National Hospital pada Kamis (19/9).

Salah satu Spesialis Bedah Saraf, dr. M. Sofyanto mengatakan bahwa untuk memulihkan agar gerakan wajah normal kembali, tim dokter ahli dari Kortex melakukan operasi di area batang otak Herlina.

"Kami menggunakan proses medis microvascular decompression (MVD) dengan teknik operasi lubang kunci atau keyhole surgery. Operasi dilakukan dengan bantuan mikroskop khusus dan alat-alat monitoring di kamar operasi. Durasi operasi jadi hanya 70 menit," ujar dr. M.Sofyanto.

dr. M Sofyanto menambahkan bahwa proses operasi saraf ini tidak perlu dilakukan pembukaan batok kepala, cukup membuat lubang kecil diameter satu sentimeter di belakang telinga pasien. Melalui lubang kecil ini tim dokter ahli Kortex memisahkan saraf nomor tujuh dengan memasang serabut teflon agar tidak lengket dengan pembuluh darah.

Tak hanya itu, menurut Founder Kortex Chomprehensive Brain & Spine, dr. Agus C Anab, bahwa live surgery ini berguna untuk memberikan informasi dan edukasi tambahan kepada masyarakat bahwa dokter di Indonesia sudah ahli dan profesional dalam melaksanakan operasi bedah saraf dengan risiko sangat minim.

"Juga untuk menghilangkan kesan di masyarakat bahwa melakukan operasi saraf itu sangat berbahaya," kata dr. Agus.